Dan ternyata, di luar dugaan Badrun, kertasnya kosong.
“Hah, kosong??!” Teriak Badrun sampai semua orang yang berada di rumah terkejut seketika.
“Kenapa Badrun, kok sampai teriak gitu? Terus kenapa itu kok keliatannya lecek banget mukanya?” Tanya Ibunya.
“Sepertinya aku tidak mendapatkan beasiswa itu.” Ucap Badrun lesu dan mengeluarkan air mata.
“Uluuuh, anak Ibu.” sambil memeluk Badrun, “Selamat yaa, Nak. Kamu lulus, kamu dapat beasiswa itu, Nak.” Ujar Ibunya sambil melepaskan pelukannya dan menunjukan lembaran kertas yang bertulisan “LULUS”.
Badrun sangat senang sekali dan langsung sujud syukur. Lalu Badrun bertanya kepada sang Ibu.
“Kok bisa kertasnya ada di Ibu? Lalu ini kertas apa yang ada di amplop coklat?” Tanya Badrun kebingungan.
“Oalah, tadi Ibu salah masukin, harusnya kertas yang kosong buat wadah gorengan, untung aja pas Ibu mau pake kertasnya ibu liat dulu, coba kalo engga diliat, udah basah sama minyak tuh kertas.” Jawab Ibunya sambil bergurau.
Hari yang ditunggu pun tiba. Saatnya aku memulai semua mimpiku, mengejar mimpiku didaerah Ibu Kota.
“Aku yakin mulai detik ini juga kesuksesanku sudah di depan mata, dan aku akan berjuang sampa titik pengahabisanku!” Ujarku dalam hati untuk meyakinkan diriku.
Setelah 2 bulan aku dekat dengannya. Aku merasakan ada perasaan yang berbeda. Perasaan yang menekankan perasaan lebih dari teman. Ya, saat ini aku berada di apartemen Dinda. Ya, nama wanita itu Dinda. Aku berhutang budi padanya walau aku membantu dia saat kecopetan, tetap saja aku yang berhutang budi, karena dia, aku bisa beristirahat setelah pulang kampus.
2 TAHUN KEMUDIAN….

Satu pemikiran pada “Dreams (Part 21)”